JAKARTA-Pemerintah diminta untuk melarang keras gerakan ‘tamasya Al Maidah’ yang bertujuan mengintervensi pemungutan suara di tiap-tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada saat pencoblosan 19 April 2017 nanti. Pasalnya, kegiatan tersebut tidak hanya mengganggu tugas-tugas Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS), akan tetapi berpotensi menimbulkan ekses-ekeses negatif berupa konflik antar kelompok yang pada gilirannya akan mengganggu jalannya pilkada.
“Jika tujuannya rekreasi atau mau senang-senang maka silahkan bertamasya ke Ragunan, Ancol, Kalijodo, TMII dan tempat rekreasi lainnya yang sudah disediakan cukup banyak oleh Gubernur Petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Jadi, nggak perlu tamasya ke TPS-TPS. Sudah ada organ negara yang mengawasi jalannya pemungutan suara di TPS-TPS dalam Pilkada DKI Jakarta seperti KPPS, PPS, Pengawas TPS, Ketua RT, RW, Hansip, Polri dan TNI,” ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus di Jakarta, Minggu (16/4).
Menurut dia, negara harus menjamin kenyamanan, keamanan dan perasaan bebas dari rasa takut setiap warga negara yang mempunyai hak pilih dalam menggunakan hak pilihnya di TPS-TPS ketika pemungutan suara berlangsung dalam pilkada DKI Jakarta .
Prinsip-prinsip Pilkada secara bebas, rahasia dan langsung tanpa ada rasa takut apapun harus dijamin oleh negara melalui organ-organ resmi dan alat negara lainnya yang sah sesuai dengan jaminan yang diberikan oleh UU dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
Baca:
- Guru Agama Prabowo yang Memaksa Bikin Tamasya Al-Maidah Dilaporkan ke Bawaslu DKI
- Hendardi: Tamasya Al-Maidah Langgar Aturan Bagian dari Teror dan Intimidasi Politik
- Terbongkar! Ketua Panitia Tamasya Al Maidah adalah Guru Agama Prabowo
Oleh karena itu, tegas Petrus, hanya organ-organ resmi negara yang dibentuk oleh KPU dan Bawaslu DKI Jakarta yang boleh hadir di TPS-TPS yaitu KPPS, PPS dan Pengawas TPS berikut aparat keamanan POLRI-TNI, Hansip, RW, RT dan petugas resmi lainnya dalam menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat pada Pilkada DKI Jakarta. “Sehingga, Tamasya Al Maidah ini, berapapun jumlahnya yang hendak dikerahkan atas nama apapun harus dicegah,” tuturnya.
Dia menegaskan, gerakan kelompok yang menamakan diri Tamasya Al Maidah di bawah koordinasi Ketua Panitia Tamasya Al Maidah Ustaz Ansufri ID Sambo atau siapapun yang bertujuan untuk mengawal TPS-TPS di DKI Jakarta harus dilarang.
Bahkan harus dinyatakan sebagai kegiatan yang terlarang. Sebab, kegiatan itu tidak hanya akan mengganggu tugas-tugas KPPS dan PPS, akan tetapi juga ketenangan, kenyamanan dan keamanan pemilih dalam pemungutan suara. “Negara ini sudah berpenglaman ratusan kali menyelenggarakan berbagai model pemilu dan pilkada. Dan dari ratusan kali pemilu dan pilkada bahkan pilpres sekalipun, negara tidak pernah kekurangan orang dan organ untuk melaksanakan tugas-tugas di TPS dan tidak pernah ada organ lain di luar organ negara yang dibentuk oleh KPU dan BAWASLU seperti KPPS, PPS dan Pengawas TPS yang bertugas hingga pemungutan dan penghitungan suara selesai serta diserahkan ke KPU,” imbuhnya.
Dia mengaku, partisipasi masyarakat dalam pemungutan suara di TPS-TPS memang tidak dilarang. Namun hal itu ada aturan dan mekanismenya. “Dan tidak ujug-ujug muncul seperti Gerakan Tamsya Al Maidah atau nama lainnya,” urainya.
Lebih lanjut, dia mengatakan keadilan, kejujuran dan demokratisasi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, memang sangat diperlukan. Namun hal itu tidak ditentukan oleh kehadiran Gerakan Tamasya Al Maidah.
Kehadiran Gerakan Tamsya Al Maidah atas nama rekreasi dan bersilaturahim dengan saudara-saudaranya pada saat dan di tempat pemungutan suara atau di TPS-TPS, sangat tendensius bahkan berpotensi menimbulkan kegaduhan yang dapat merusak asas pilkada yang aman, langsung, bebas, umum dan rahasia.
“Kita patut mengapresiasi sikap “Gema Jakarta” yang berencana melakukan “Tamasya Al Maidah” di tiap-tiap TPS di Jakarta. Namun dengan sangat arif, bijaksana dan kesadaran penuh sudah membatalkan niatnya untuk tamasya di tiap-tiap TPS pada tanggal 19 April 2017, atas pertimbangan timbulnya ekses negatif yang merusak prinsip keadilan, kejujuran dan demokrasi,” pungkasnya.
(gerpol)