Sheikh Ahmad Yassin pendiri Hamas yang sangat terkenal dengan dokumen 1988 dimana pergerakan Hamas adalah untuk melibas Israel beserta semua entitasnya, sebagai bangsa dan negara. Anti semitisme meluas sedemikian dengan sentimen anti Yahudi, jual Agama dan cari dana internasional yang akhirnya menjerumuskan Hamas pada praktik korup dan mengorbankan bangsa Palestina.
Intifada murni rakyat Palestina dipolitisir oleh Hamas, bahkan pemimpin Hamas Ismael Haniyeh adalah miliarder yang tinggal di Doha Qatar (suaka). Yang terbaru sekarang adalah kebijakan Hamas yang justru memudahkan Israel ekspansi lagi ke wilayah Palestina, sungguh badut yang menyengsarakan rakyat Palestina.
Tulisan Muhammed Salem berikut ini mengungkap perbedaan piagam 1988 dan draft piagam yang baru. Semua hanya karena uang dan kuasa saja, bukan tentang pembebasan Palestina dari penderitaan.
Semakin Israel banyak membunuh, Hamas akan lebih mudah membujuk orang-orang Palestina untuk menerima dokumen asas barunya.
Satu kalimat dari sebuah draft dokumen “Prinsip Umum dan Kebijakan” Hamas yang baru bocor sekitar sebulan lalu menjadi perbincangan karena perbedaannya dengan wacana Palestina yang ada.
Kalimat tersebut merupakan bagian dari paragraf tentang anti-Semitisme, “masalah Yahudi” dan penganiayaan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa masalah ini terkait dengan sejarah Eropa, bukan sejarah Arab dan Muslim.
“Anti-Semitisme manjadi alasan munculnya gerakan Zionis,” katanya. “Gerakan Zionis yang mampu menduduki Palestina dengan bantuan kekuatan Barat, merupakan bentuk penjajahan kolonial yang paling berbahaya, yang sudah hilang di berbagai belahan dunia dan juga harus hilang dari Palestina ”
Mungkin suatu saat kita akan mencari tahu siapa yang menyatakan kalimat tersebut.
Apakah berasal dari pendukung Hamas di Barat? Anggota organisasi tertutup di Gaza, yang mana menjelajah internet menjadi satu-satunya kebebasan mereka? Sejarawan baik hati yang bukan bagian dari Hamas tetapi ikut menyusun dokumen? Ketua Hamas Khaled Meshal?
Baca:
Proses penulisan dokumen ini memakan waktu sekitar empat tahun. Sudah banyak yang membacanya dan mengusulkan beberapa revisi. Hamas memang sudah terbukti memiliki kemampuan dalam menjalankan proses demokrasi yang kooperatif. Dan memang, kalimat tersebut – yang telah menambahkan kompleksitas baru dalam rangkaian peristiwa historis yang banyak dituliskan dalam narasi orang-orang Palestina – tidak muncul dalam versi akhir setelah melalui beberapa revisi. Nampaknya ada yang ketakutan, hingga muncul keributan, dan protes.
Perubahan yang disesalkan ini bagaimanapun juga memberi tahu kita tentang proses refleksi yang justru jauh melampaui penyusunan dokumen itu sendiri. Siapapun yang menuntut agar kalimat ini dihapus jelas memahaminya sebagai sebuah pengakuan akan sempitnya pemahaman tentang keberadaan Zionis Yahudi di Palestina. Mereka rupanya berpikir bahwa pemahaman Zionisme sebagai bentuk kolonialisme internasional akan menciptakan sebuah kontradiksi yang akan melemahkan klaim bahwa gerakan Zionis merupakan bentuk kolonialisme paling berbahaya yang pernah ada.
Perubahan signifikan lainnya yang saya temukan antara draft dan versi terakhir ada dalam sebuah artikel yang menyatakan bahwa Hamas membedakan antara “Zionisme” dan “Yahudi.” Draft tersebut mengatakan bahwa Hamas “membedakan antara orang Yahudi sebagai Ahli Kitab dan Yudaisme sebagai sebuah agama, di satu sisi, sementara penjajahan dan Zionis di sisi lain.” Tapi versi akhir menyatakan bahwa konflik “adalah memang tugas Zionis, bukan salah orang-orang Yahudi karena agamanya.” Banyak orang yang bersedia menghapus definisi fundamental yang ditemukan dalam Alquran – bahwa orang-orang Yahudi (seperti orang Kristen) adalah “Ahli Kitab”- untuk menghindari konsesi emosional/politis dalam membuat pernyataan positif tentang orang Yahudi.
Perbedaan ketiga dalam artikel adalah mengenai posisi Hamas dalam pendudukan dan perjanjian politik. Menurut draft, “Tidak dapat dibayangkan jika perdamaian di Palestina harus didasari atas pelanggaran terhadap orang-orang Palestina, merebut tanah mereka dan mengusir mereka dari tanah air mereka.” Namun versi terakhir mengatakan “pelanggaran terhadap orang-orang Palestina, merebut tanah mereka dan mengusir mereka dari tanah air mereka tidak bisa dikatakan sebagai perdamaian.”
Ini adalah perbedaan yang jelas. Dalam draft, kedamaian adalah subjek, dan mungkin juga keinginan, bahkan jika dalam istilah absolut. Tapi di versi terakhir, “kedamaian” hanyalah turunan, dipaksakan, impian yang diharapkan.
Dalam hal penolakan keberadaan Yahudi di tanah ini, dokumen tersebut sama-sama bergaris keras seperti piagam Hamas 1988. Tapi Israel merespons posisi Hamas dan potensinya untuk meyakinkan orang lain dengan penghancuran, penutupan, serangan, pencurian dan penganiayaan yang lebih parah lagi. Dan semakin banyak Hamas memusnahkan dan membunuh, semakin mudah mereka membujuk orang-orang sebangsanya untuk mempercayai dan menerima asas dokumen ini.
Perbedaan-perbedaan dalam dokumen tersebut, meski pada akhirnya dihilangkan, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pandangan di dalam Hamas itu sendiri. Perbedaan ini muncul dari adanya suara-suara lain. Namun isolasi yang terus dipaksakan Eropa pada Hamas, bersama dengan kerja samanya dengan Israel, benar-benar mengurangi kesempatan bagi anggota Hamas maupun pendukungnya untuk mendengar premis-premis baru.
Mohammed Salem Reuters