Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta Mimah Susanti mengatakan demonstrasi mendukung pemimpin muslim yang digelar pada Jumat (31/3) atau disebut aksi 313 dianggap tak melanggar aturan kampanye.
Mimah mengatakan aksi ini tak dikategorikan pelanggaran kampanye karena tidak dilaporkan sebagai kegiatan kampanye.
“Kan tidak dilaporkan sebagai kegiatan kampanye, tidak disampaikan sebagai kegiatan kampanye, maka memang enggak boleh ada kegiatan di luar yang tidak diberitahukan,” ujar Mimah di Gedung Nusantara IV Kompleks DPR/MPR, Kamis (30/3).
Bawaslu menyerahkan pengamanan aksi 313 tersebut kepada pihak Polda Metro Jaya. Mimah berharap aksi 313 besok tidak akan menganggu situasi kampanye yang sedang berlangsung di DKI Jakarta.
Padahal Forum Umat Islam (FUI) dengan tegas telah menyatakan bahwa Aksi 313 yang digelar hari ini di Jakarta bertujuan untuk memenangkan gubernur muslim di Pilkada DKI.
“Aksi besok tidak bubar di istana. Kami akan pulang bareng dan menuju titik yang dituju untuk Salat Maghrib. Ini dalam rangka kesatuan umat Islam bela Islam, Alquran dan memenangkan gubernur muslim Jakarta,” ujar Sekretaris Jenderal FUI Muhammad Al Khathtath kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/3).
Al Khathtath alias Gatot Saptono (baca:Siapakah Al-Khathath Alias Gatot, Sekjen FUI dan Komandan Aksi 313 yang Ditangkap Polisi?) sendiri saat ini telah ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua untuk dilakukan pemeriksaan. Ia diciduk di Hotel Kempinski Jakarta Pusat sejak semalam (baca: Al-Khaththath Alias Gatot Komandan FUI dan Aksi 313 Ditangkap di Kamar 123 Hotel Mewah Kempinski)
Al Khathtath ditangkap bersama empat orang lain, salah satunya bernama Diko Nugraha yang merupakan mantan suami dari Mimah Susanti Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta saat ini. Diko merupakan Panglima Forum Syuhada Indonesia (FSI) yang terdiri dari Gerakan Pemuda Islam, Alwasliyah, Gerakan Pemuda Ka’bah dan organisasi kedaerahan (Betawi dan Banten). FSI juga sebelumnya sempat membawa 50 orang untuk mengawal sidang Ahok pasa Selasa, 3 Januari 2017. FSI bersama kelompok-kelompok lain yang terkait jaringan terorisme dan makar. Kelompok-kelompok itu seperti FPI, pasukan dari orang-orang Ambon dan AMJU yang terkait makar (baca: FPI Gereduk Pengadilan Ahok dengan Massa Preman).
Diko dengan tegas mendukung Aksi Bela Islam III pada Jumat, 2 Desember 2016 lalu. Menurutnya aksi ini merupakan wujud harapan umat Islam dalam menuntut keadilan. Ia mengatakan, apabila aksi nanti tidak mendapat respons dari pemerintah, maka akan ditempuh melalui jalan damai yang tetap berpegang teguh pada Pancasila dan mendesak Presiden Jokowi dan lembaga negara untuk segera melaksanakan musyawarah dan mufakat atas stabilisasi nasional. Tak heran apabila saat ini ia ikut terlibat dalam Aksi 313 dan ikut diciduk bersama Al Khathtath.
Kecenderungan Bawaslu mendukung berbagai aksi damai yang telah dilakukan sejak November ini semakin jelas terlihat. Ditambah lagi Ketua KPU DKI Jakarta, Sumarno dengan segala gerak-geriknya yang semakin terlihat ketidaknetralannya sempat ramai diberitakan karena ketahuan memasang foto profil WhatsApp dengan foto kegiatan doa bersama di Monas yang dikenal dengan nama Aksi Super Damai 212. Belum lagi berbagai kejadian yang cenderung merugikan Ahok-Djarot (baca: Ini Daftar Dosa Besar Sumarno sebagai Ketua KPU DKI).
Kredibilitas dan kenetralan KPU dan Bawaslu menjadi diragukan, setelah terungkap pula bahwa ternyata Ketua Bawaslu, Muhammad, yang kini mencalonkan dirinya untuk menjadi Komisioner KPU periode 2017-2022 pernah menjadi anggota Front Pembela islam (FPI) di Makassar, Sulawesi Selatan (baca: Kacrut! Ketua Bawaslu dan Calon KPU Ternyata Bekas Anggota FPI). Untungnya Muhammad tidak diloloskan oleh Pansel yang sempat memicu kecurigaan dari anggota Komisi II DPR RI.
Keputusan Pansel yang tidak meloloskan Ketua Bawaslu, Muhammad, sepertinya merupakan keputusan yang tepat. Meski Pansel menegaskan bukan karena latar belakangnya yang adalah seorang mantan FPI. Akan tetapi latar belakangnya sebagai mantan FPI itulah yang seharusnya menjadi pertimbangan utama. Mantan anggota FPI dengan ideologinya yang anti NKRI dan Pancasila tidak serta merta hilang begitu saja.
Semua hal di atas semakin menjelaskan keberpihakan Bawaslu dan KPU DKI Jakarta yang ternyata dipenuhi oleh orang-orang yang menginginkan Ahok untuk segera ditumbangkan dari kursi Gubernur DKI Jakarta. Wajar apabila berbagai kecurangan yang merugikan pasangan Ahok-Djarot di TPS-TPS pada coblosan putaran pertama tidak pernah ditindak dengan serius sampai dengan saat ini (baca: Kawal Pilkada Ungkap Kecurangan KPU DKI di Putaran Pertama).
(gerpol)
.