Jakarta- Jaksa Penuntut Umum diminta untuk tidak mengajukan Rizieq Shihab sebagai ahli untuk didengar pendapatnya dalam sidang perkara pidana penodaan agama yang didakwakan kepada Ahok, meskipun namanya tecantum di dalam BAP hasil pemeriksaan Penyidik, sebagai ahli agama yang telah didengar keteranganya.
(baca: Senin, Rizieq Jadi Tersangka Fitnah “Palu Arit” dan Langsung Ditahan)
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan, ada beberapa alasan untuk tidak mengajukan Rizieq Shihab sebagai saksi ahli dalam sidang perkara Ahok. Salah satunya, terkait kemungkinan Rizieq akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penodaan terhadap Pancasila.
“Seandainya Sdr. Rizieq Shihab dinyatakan sebagai tersangka dalam beberapa kasus yang dilaporkan saat ini, maka subjektivitas sebagai ahli akan semakin tinggi sementara objektivitas, netralitas dan imparsialitas yang dituntut dari seorang ahli untuk didengar pendapatnya sebagai ahli sulit diperoleh terlebih-lebih untuk kepentingan Jaksa, Terdakwa dan Majelis Hakim,” ujar Petrus, di Jakarta, Jumat (20/1/2017).
(baca: Kapolda Jabar: Rizieq Segera Jadi Tersangka)
Alasan lain tidak mengajukan Rizieq sebagai ahli, kata Petrus, karena pimpinan FPI itu berkali-kali membuat pernyataan ke publik bahwa Ahok telah menista agama. “Sehingga dengan demikian telah lahir conflict of interest dalam diri Sdr. Rizieq Shihab ketika akan memberikan pendapat sebagai ahli dalam persidangan,” ujar Petrus, yang juga Advokat Peradi ini.
Alasan lain penolakan Rizieq sebagai ahli, kata Petrus, karena beberapa anggota FPI bertindak sebagai Pelapor dalam kasus dugaan penodaan agama. “Rizieq Shihab sering memperlihatkan sikap subjektif terhadap Ahok, terutama mengenai soal-soal yang mengarah kepada SARA. Rizieq juga sering memperlihatkan sikap yang berpotensi menimbulkan rasa permusuhan tidak saja kepada Ahok akan tetapi terhadap umat beragama lainnya,” ujar Petrus.
Namun, jika saja Majelis Hakim tetap ingin mendengarkan pendapat Rizieq sebagai ahli agama sesuai BAP, maka keterangannya itu harus dikesampingkan atau tidak dijadikan pertimbangan hukum dalam memutus perkara Ahok.
Petrus mengatakan, Penasehat Hukum Terdakwa atau Ahok bisa meminta Jaksa Penuntut Umum atau Majelis Hakim untuk mendiskualifikasi Rizieq dari daftar ahli untuk didengar pendapatnya dalam perkara pidana penodaan agama tersebut.
Petrus mengingatkan sejak pemeriksaan saksi fakta hingga akan mendengarkan pendapat ahli Rizieq, ada upaya keras dari Jaksa Penuntut Umum untuk mengkapitalisasi dan mengeksploitasi keterangan saksi-saksi de auditu atau saksi yang tidak memiliki pengetahuan langsung dengan peristiwa pidana yang didakwakan kepada Ahok. Namun, mereka tetap diperiksa hanya untuk memenuhi syarat formil kebutuhan pembuktian bahwa JPU memiliki alat bukti yang cukup yaitu saksi-saksi fakta, ahli, petunjuk dll.
“Padahal dengan kualifikasi saksi yang demikian, maka menurut hukum, keterangan saksi yang demikian tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat,” ujarnya.
(baca: Rizieq Koit! #RizieqEnd!)
Dalam praktek peradilan pidana, kata Petrus, JPU dan Majelis Hakim kadang-kadang membiarkan saksi-saksi fakta atau ahli berbohong ketika memberi keterangan dalam persidangan meskipun telah disumpah. Padahal, ketika mendengarkan keterangan seorang saksi atau ahli, Majelis Hakim harus mengingatkan saksi dan/atau ahli agar tidak berbohong dalam memberi keterangan. Pasalnya, ketika sudah disumpah, akan ada konsekuensi dikenakan tindak pidana sumpah palsu.
“Di balik itu ada hal yang lebih penting adalah bagaimana Majelis Hakim dapat menilai kejujuran dan kebenaran keterangan atau pendapat yang diberikan dalam persidangan seandainya Rizieq Shihab tetap dihadirkan dan didengar,” ujarnya.