Sore hari ini saya tertarik melihat seorang juru parkir di kawasan Pasar Baru yang berkeras menolak uang tip yang diangsurkan seorang pengemudi mobil mewah saat keluar dari area parkir resmi di bahu jalan.
Saat saya memarkir mobil di tempat parkir yang baru saja ditinggalkan itu, ia dengan sigap dan ramah menghampiri dan menanyakan apakah saya memiliki kartu parkir atau e-money. Dia lalu membantu saya membayar parkir di meteran parkir dengan e-money yang saya serahkan.
Beberapa jam kemudian saat saya dan istri selesai berbelanja dan hendak memasuki mobil ia pun dengan sigap menghampiri kami dan menawarkan untuk membantu melakukan pembayaran lagi. Rupanya waktu parkir kami melebihi perkiraan waktu parkir yang telah kami bayar sebelumnya.
Setelah selesai saya mencoba mengangsurkan uang tip, namun bapak ini dengan ramah menolaknya. Konsistensi sikapnya sungguh menarik sehingga saya pun bertanya: “Pak, kenapa bapak nggak mau terima duit?”
Baca:
“Wah, saya nggak boleh terima duit pak, kecuali kalau orang nggak punya kartu parkir atau e-money baru saya terima duitnya, nanti saya bantu bayar pakai kartu saya.”
“Tapi kan lumayan duit tip pak…”
“Nggak pak, sekarang kita kan digaji cukup, udah gak boleh lagi minta-minta atau terima duit. Kayak gini malah tenang pak.”
“Digaji sesuai UMR pak?”
“Iya pak, masih dikasih KJS lagi, tenang lah kita.”
“Mulai kapan pak?”
“Pokoknya mulai jaman Pak Ahok kita-kita jadi enak pak, semua jadi bagus… ”
“Lha dia kan didemo terus….”
“Nggak ngerti pak maunya orang-orang itu; orang gubernur kerja bener masih diubek-ubek. Kita mah pengennya dia terus aja lah…”
….Dan dia selanjutnya bicara panjang lebar mengajak saya memilih pak Ahok. Saking asyiknya, saya terlupa menanyakan namanya….
Saya takjub, betapa sistem perparkiran yang diterapkan di Jakarta telah mengubah mentalitas banyak orang.
Juru parkir ini sungguh-sungguh menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi dan kejujuran.
Menariknya, pengalaman serupa juga pernah saya alami di beberapa tempat parkir pinggir jalan di Boulevard Kelapa Gading.
Jelaslah bahwa saat hak mereka dipenuhi, mentalitas melayani dibangunkan, dan kejujuran mereka pun ditumbuhkan.
Bayangkan jika hal ini berlangsung terus dan menyebar di berbagai bidang pelayanan publik di Jakarta.
Membangun manusia itu memang tak cukup dilakukan dengan bermanis-manis lewat tutur kata, tapi perlu kerja nyata. Pengalaman saya dengan juruparkir ini menyadarkan saya bahwa pembangunan di Jakarta ternyata juga berhasil membangun manusianya….
Facebook Irawan Endro Prasetyo, 1 April 2017
(gerpol)