Sandiaga Uno, wakil Gubernur terpilih, punya gagasan yang menarik, karena aneh, lucu, dan keliru.
Maksud saya dalam hubungannya dengan jomblo.
Ia punya ide agar RPTRA dijadikan arena untuk “taaruf” (bahasa Arab yang artinya, kalau tak salah, “berkenalan”) bagi para jomblo di Jakarta. Gagasan ini jelas keliru. RPTRA — singkatan dari Ruang Publik Terpadu Ramah ANAK — adalah ruang yang disediakan buat anak-anak di kampung-kampung untuk bermain, berolahraga terbatas (pingpong, futsal), membaca, dan berkreasi.
Saya pernah bersama para arsitek muda (yang mendesain area dan bangunan RPTRA) mengunjungi tempat-tempat itu. Umumnya disesuaikan dengan kebutuhan kampung, yang di Jakarta ini rata-rata padat. Bahkan ada RPTRA yang didirikan di bawah jalan layang, saking kurangnya ruang di kampung. Luas standar bangunannya cuma 144 m2.
Gagasan asli Nyonya Veronica Ahok, isteri Gubernur (yang sebentar lagi lengser) ketika minta bantuan para arsitek buat merancang area itu adalah buat memberi penduduk di daerah berpenghasilan rendah sebuah ruang yang asyik dan edukatif terutama untuk anak-anak mereka.
Maka yang akan kita temukan di 188 buah RPTRA rata-rata adalah: sebuah perpustakaan kecil, sebuah ruang buat bermain kreatif (logo, misalnya), tempat pingpong, ayunan, luncuran, dan hal-hal lain yang khas buat anak-anak umur 5 sampai 12 tahun. Tentu ada ibu dan bapak dan kakak-kakak di sana, sebab ruang itu terbuka.
Tapi saya tak melihat bagaimana para jomblo — umumnya tentu sudah di atas 25 tahun, bahkan ada yang di atas 50 tahun, misalnya Jend. Prabowo — bisa “taaruf” di situ. Kecuali kalau mereka bisa bersuka cita dengan main prosotan.
Lebih dari itu saya juga khawatir: andai RPTRA-RPTRA itu dipergunakan para jomblo yang sedang ingin dapat pasangan, akan di mana lagi tempat anak-anak kampung menikmati ruang terbuka dengan aneka kesempatan bermain?
Sandiaga Uno agaknya belum pernah ke pelosok-pelosok itu, hingga dia mengira RPTRA itu seperti Kalijodo. Kalijodo yang luas itu memang sebuah RPTRA, tapi itu perkecualian….
Sumber: FB Goenawan Mohamad
(gerpol)