Kenalkan, Syaikha GAYATRI WM, Ustazah yang sangat paham tentang Katolik, dalam tulisannya: “Ustazah Irena Handono yang Baik Tolong Jangan Berdusta tentang Status Mantan Biarawati Anda: Kesaksian Sr Lucyana”
Sebagai seorang yang terlahir sebagai Muslim dan kemudian aktif sebagai aktivis dialog antar iman sejak menjadi darwis Daudiyah, saya merasa malu dan sedih mengetahui sejak lama bahwa Anda menggunakan status mantan biarawati Anda untuk memikat dakwah Anda yang kerap melecehkan ajaran Kristen bahkan menistakan Alkitab. Apalagi saya sebenarnya lebih mempercayai berita bahwa Anda belum benar-benar pernah menjadi biarawati. Namun, informasi mengenai Anda pernah menjadi mantan biarawati terus-menerus diulang. Ini sangat tidak sehat untuk dialog antar iman dan harmoni antara umat beragama.
Saya seorang syaikha sejak tahun 2015 saja baru belakangan berani menggunakan gelar pemberian guru-guru saya, Anda kok belum resmi mengenakan habit sudah berani mengaku pernah menjadi biarawati? Sejak tahun 2009 terutama sejak tahun 2011 saya sudah banyak bertemu, bersahabat dan bahkan bermalam di biara-biara para biarawati. MEREKA ADALAH PEREMPUAN-PEREMPUAN YANG LUARBIASA.
Saya berangkat ke Roma atas undangan seorang suster keturunan India yang luarbiasa dari ordo Bunda Hati Kudus. Beliau (Sr Gerardette) adalah lulusan pertama S2 Filsafat Islam dan sudah 20 tahun sampai tahun lalu menjalani ibadah puasa Ramadhan secara penuh. Saya bersahabat dengan Sr Virginia Adnan dari Verbum Dei yang tidak berhabit, dan para suster Passionis. Di Basilika St Paul of the Cross di Via Claudia, Roma, saya pernah membacakan doa kaum beriman pada misa hari ulang tahun asrama saya yang ke-25 The Lay Centre. Di sana saya pertama kali bertemu dengan para suster Ursulin Indonesia — ordo yang pernah menjadi tempat Anda nyaris menjadi suster — dan mereka menangis mendengar saya berdoa dalam bahasa Indonesia di basilika tua itu!
Selanjutnya persahabatan saya dengan para suster Ursulin kembali terjalin ketika saya kembali ke Indonesia karena rumah saya dekat Pondok Ursulin di Kampung Sawah, Bekasi. Selain mereka sejak di Italia saya juga menjalin persahabatan dengan suster-suster dari ordo lain seperti Xaverian, Lambung Kudus Yesus, Fransiskan, Sisters of Charity, Karmelit, Carmosian, dan lain-lain. Selain suster, saya juga berkawan dengan seorang perempuan berkaul berhabit yang berbeda dengan para perempuan awam berkaul. Jadi, kalau ada siapa saja (terutama Muslim) mau mencoba untuk membohongi publik tentang pernah menjadi mantan biarawati atau bahkan mantan pastor, biarawan, dan lain-lain, untuk tujuan dakwah Islam mereka, saya bisa membantu teman-teman Kristiani yang merasa telah dilecehkan karena kebohongan itu. Saya tidak suka dan saya akan membela kebenaran tak peduli apa agama orang yang saya bela dan saya kritik.
Berikut adalah kesaksian Sr Lucyana dari Biara Ursulin yang permah dimuat tabloid Sabda tahun 2005 tentang Hj Irena Handono setelah kesaksian kemantan-biarawatiannya beredar meluas lagi. (saya hanya edit EYD-nya, karena sebagai alumni sastra saya gatal melihat tatabahasa yang kacau)
—
Menurut kesaksian Sr. Lucyana, Irene masuk postulan biara Suster Ursulin tahun 1974 di Jalan Supratman I Bandung. Hanya beberapa bulan sebagai postulan, karena selanjutnya dia tidak diterima untuk melanjutkan ke tahap berikutnya yang diawali dengan proses “kleding” (penerimaan pakaian suster).
Alasannya tidak diterima karena Irene mengidap berbagai penyakit
seperti asma, sehingga sampai kasur tidur harus special tidak seperti kasur-kasur biarawati yang lain, selain itu Irene juga membawa motor pribadi merk Suzuki. Maklum orang tuanya adalah pengusaha pabrik plastik dan peternakan ayam di Jawa Timur. Lebih dari itu, ada kekhususan yang dimiliki Irene, yaitu irene tidak lebih dulu melalui tahapan pengenalan selama 1 tahun (aspiran) sebagaimana biasanya, melainkan langsung menjadi postulan yang merupakan tahap kedua setelah aspiran.
Saat postulan Irene mendapat tugas studi filsafat di Jalan Pandu yang sekarang menjadi Fakultas Filsafat dan Teologi Bandung. Tetapi, berhubung dia tidak diterima untuk proses kleding, maka ia hanya beberapa bulan saja studi filsafat dan berhenti, menurut Suster Lucy, ia baru pada tahap Pengantar Ilmu Filsafat dan Sejarah Gereja. Karena tidak bisa melanjutkan pada proses tahap selanjutnya di biara, dia pun pindah ke Jakarta dan tinggal di asrama putri St.Ursula di Jalan Pos II.
Kemudian Irene masuk kuliah di Universitas Katolik Atmajaya Jakarta. Sebagai mahasiswa dia harus melanjutkan proses ploncoan. Pada saat orientasi itulah dia mengenal seoang senior bernama Maxi Sintu Da Rato yang menjadi pemimpin plonco, yang pada akhirnya menjadi suaminya pada tahun 1975 mereka menikah di gereja Katolik Pacet, Mojokerto, Jawa Timur.
Dari pernikahan itu Tuhan mengaruniai 3 orang anak. Pasangan ini tidak langgeng. Karena itu keduanya berpisah . Kabarnya, Irene akhirnya hidup dengan seorang pria Arab-Pakistan, yang bekerja pada perternakan warisan ayahnya yang dipercaya kepada mantan suaminya Maxi.
Lebih lanjut teman-teman yang seangkatan yang sudah menjadi suster antara lain: Sr. Engeline menjadi kepala sekolah SMP Vincentius Putri Jakarta di Jalan Otista, Jakarta Timur, Sr imelda, suster di St. Theresia Jl. Sabang, Jakarta, Sr. Benigna yang dulu pemimpin postulan dan novisiat Biara Ursulin di Bandung, dan kini tinggal di biara Otista.
Jadi dengan tegas Sr. Lucyana mengatakan bahwa Irene bukan mantan biarawati, karena tahapan menjadi seorang biarawati tidak dilalui Irene.
Menurutnya, tahapan menjadi biarawati Ursulin adalah pada saat menerima pakaian suster (kleiding) atau masuk masa novisiat. Masa itu harus dijalani selama setidaknya 2 tahun. Kemudian masa yunior dengan mengikarkan kaul pertama yang harus dijalani 5 tahun.
Setelah itu baru seorang biarawati menjadi biarawati sesungguhnya dengan mengikarkan kaul kekal. Dengan demikian klaim Irene bahwa Ia adalah mantan biarawati sampai belajar diperguruan tinggi teologi sama sekali tidak benar.
—
Silakan kepada Ustazah Irena dan atau para pengikut serta fansnya untuk mengklarifikasi kesaksian Sr Lucyana. Sebenarnya saya pribadi lebih mempercayai kesaksian ini setelah membandingkannya dengan keterangan Ustazah Irena sendiri yang inkonsisten atau kurang meyakinkan mengenai status mantan kebiarawatiannya. Saya berharap Anda, Ustazah yang baik, tidak perlu lagi melanjutkannya jika ini benar, dan berdakwahlah dengan jujur sebagaimana riwayat hidup Anda yang sesungguhnya. Kesaksian dusta adalah pelanggaran sila Dekalog sebagai alfurqon (Qs alBaqara:53), sebab itulah saya sebagai syaikha Daudiyah mau bersusah-payah mengkritik keras hal ini sebab Anda seorang ustazah yang mengajarkan agama. Sayyid Haji Bektash Wali mengajarkan kepada kami, “KEJUJURAN ADALAH PINTU BAGI PERSAHABATAN.”
Rahayu.
Syaikha RA Gayatri WM
Sumber: Facebook Syaikha RA Gayatri WM