Waspada! Ada Sebuah PTS Calon Rektornya Anggota ISIS

1230
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
ISIS atau dalam bahasa Arab disebut Daesh

Menristekdikti RI, Muhammad Nasir belum lama ini dibuat kaget.

Dibeberkannya bahwa belum lama ini ia dikejutkan dengan adanya laporan bahwa ada calon rektor di perguruan tinggi swasta (PTS) di Indonesia yang ternyata bergabung dengan kelompok ISIS.

Baca:

“Kemarin ada dari PTS mengangkat seorang dekan menjadi calon rektor. Dan yang terjadi, dia ternyata tergabung dalam ISIS,” ungkap Prof Nasir yang tidak menyebutkan PTS yang dimaksud.

Hal itu disampaikannya saat ditemui usai menjadi pembicara kunci di seminar bertema “Menghadirkan Kitab Kuning untuk mencegah paham radikal di perguruan tinggi” oleh ormas Gerakan Pemuda Kebangkitan Bangsa (Garda Bangsa), di gedung Pascasarjana Undip Semarang, Sabtu (6/5/2017).

Mendapat laporan itu, lanjutnya, ia langsung memerintahkan jajarannya untuk melakukan pengecekan.

Kemudian meminta agar yang bersangkutan tak diberi kesempatan masuk dalam jajaran pejabat di perguruan tinggi tersebut.

“Sikap apa yang harus saya lakukan, harus dipecat, harus diberhentikan. Akhirnya diterima, nggak boleh menjabat,” katanya.

Pada seminar tersebut, Rektor Undip Semarang Prof Dr Yos Johan Utama yang hadir, juga mendapat perhatian khusus dari Menristekdikti saat menjadi pembicara kunci.

Nasir meminta agar rektor juga mengawasi tempat-tempat ibadah yang ada di lingkungan kampus.

“Tempat ibadah jangan sampai dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu (kelompok radikal,Red), ini bahaya, ini bibit radikalisme. Biasanya ciri-cirinya, kalau ada mahasiswa sukanya menyendiri, maka hati-hati, ada indikasi mereka sedang bermasalah. Kita harus bersama-sama mendampingi,” katanya.

Di kesempatan itu, Nasir juga menyampaikan, pihaknya mengancam akan memecat rektor di perguruan tinggi negeri maupun swasta yang ada di Indonesia, jika ditemukan kampus dijadikan ajang gerakan radikalisme.”Kalau ada mahasiswa yang terlibat radikalisme, rektornya yang pertama yang saya beri sanksi, dosennya juga mesti bertanggungjawab,” tegas Nasir.

Ia menandaskan, rektor adalah penanggungjawab utama di perguruan tinggi.

Maka rektor harus bisa mengontrol, mendelegasi, dan memonitor apa yang dilakukan pejabat di bawahnya. Mulai dari pembantu rektor, dekan, hingga para mahasiswanya.

Proses pemecatan rektor itupun, lanjutnya, tentu akan ada mekanismenya, yakni sesuai prosedur hukum, melihat sejauh mana pelanggaran yang dilakukan terkait radikalisme di kampus dan seterusnya.

“Kita akan lihat sejauh mana terjadi radikalisasi di kampus, bagaimana sikap dia, pembiaran atau memang tidak tahu. Kalau terjadi pembiaran berarti dia pendukung,” tegasnya.

(tribun jateng/gerpol)