Jakarta- I Gusti Putu Artha, juru bicara tim kampanye Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, meminta KPU DKI Jakarta konsisten menetapkan aturan pilkada putaran kedua.
Putu menilai, KPU DKI tidak konsisten dalam menetapkan aturan putaran kedua, yang sangat bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi, yaitu Peraturan KPU.
Dasar hukumnya, menurut mantan komisioner KPU itu, pertama adalah Undang-undang No 10 tentang Pilkada yang bersifat umum di seluruh Indonesia. Kedua, Undang-undang No 27 Tahun 2009 tentang Pemerintahan DKI Jakarta, yang mengatur tentang 50 +1.
Baca Juga:
- Kacrut! Ketua Bawaslu dan Calon KPU Ternyata Bekas Anggota FPI
- Mampus DKPP Bakal Selidiki Pertemuan KPU DKI dengan Anies
- Undangan Aksi Pecat dan Ganti KPUD DKI
Menurut Putu, dalam dua regulasi ini tidak ada yang mengatur tahapan kedua untuk Pilkada DKI, maka seharunya masuk ke peraturan di bawahnya, yaitu Peraturan KPU.
Terkait penyelenggaraan kampanye putaran kedua, kata Putu, diatur pada pasal 36 ayat 3 Peraturan KPU No 6 Tahun 2016.
Pasal itu mengatur tentang tahapan putaran kedua DKI. Pertama, tentang pengadaan dan distribusi logistik. Kedua, kampanye dalam bentuk penajaman visi misi dan program. Ketiga, pemungutan dan perhitungan suara. Dan keempat, rekapitulasi suara.
“Nah, kampanye penajaman visi misi dan program itu, artinya tidak ada kampanye dalam bentuk lain. Karena tidak dianggarkan di RAB KPU, tidak boleh bikin baliho lagi, tidak boleh blusukan lagi, bikin brosur lagi,” tutur Putu.
Kalau KPU Jakarta melakukan itu dan menggunakan APBN, lanjutnya, maka itu jelas melanggar.
“Masuk penjara dia, karena menggunakan uang negara tidak ada dasar hukumnya. Apa terjemahan dari kampanye penajaman visi misi dan program, adalah debat, ada pun kurun waktunya tiga hari. Kalau debatnya dua kali, hari pertama dan hari ketiga, spesifik itu,” jelas Putu.
Putu menilai KPU liar, sebab putaran kedua tidak memiliki dasar hukum. Putu juga mengklaim bahwa, sebelum mengadakan rapat dengan KPU RI, KPU DKI memiliki pemahaman yang sama dengannya.
“Kenapa saya katakan liar? Karena sebelum KPU Jakarta ke KPU RI, punya pemahaman sama dengan kita. Tetapi ketika sudah bertemu KPU RI, seperti membingungkan lagi membuat jadwal kampanye dua minggu. Itu sangat keras saya tentang. Jika pihak sana mengatakan itu tafsir saya dan mereka mengatakan punya tafsir sendiri. Tapi dalam teori ilmu hukum ada yang disebut dengan teori perbandingan hukum,” paparnya.
Putu menjelaskan, pada pilkada 2012, di putaran kedua hanya ada dua kali debat.
“Ketika zaman saya di KPU, ada putaran kedua selalu bentuknya debat, dan tidak ada kampanye bentuk lain. Itu fakta hukum yang sudah berlaku di KPU di seluruh Indonesia. Lantas untuk apa menginterpretasikan lain? Kalau tidak ada motif politik untuk membuat Basuki-Djarot cuti lagi mulai tanggal 4 Maret sampai 15 April. Jadi jadwal yang dibuat KPU Jakarta batal demi hukum, karena tidak sesuai Peraturan KPU No 6 Tahun 2016, karena di situ ada sosialisasi,” tuturnya.
(tibunnews/gerpol)